KONSEP KEBUTUHAN DALAM ISLAM
a. konsep islam tentang kebutuhan
kebutuhan
ini terkait dengan segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang
berfungsi secara sempurna. Sebagai misal, genting dan pintu-jendela merupakan
kebutuhan suatu rumah tinggal. Demikian pula, kebutuhan manusia adalah segala
sesuatu yang diperlukan agar manusia berfungsi secara sempurna, berbeda dan
lebih mulia daripada makhluk-makhluk lainnya,misalnya,baju sebagai penutup
aurat,sepatu sebagai pelindung kaki dan lainnya.
Ajaran
islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya,
selama dengan pemenuhan tersebut, maka martabat manusia bisa meningkat. Semua
yang ada di bumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia,namun manusia
diperintahkan untuk mengonsumsi barang atau jasa yang halal dan baik saja
secara wajar,tidak berlebihan. Pemenuhan kebutuhan ataupun keinginan tetap
dibolehkan selama hal itu mampu menambah maslahah atau tidak mendatangkan
mudharat.
Sebagai
contoh, islam menjelaskan mengenai motivasi atau keinginan seseorang dalam
menikahi seseorang ada empat sebab utama, yaitu karena
kecantikannya,kekayaannya,kedudukannya, dan karena agama-akhlaknya. Namun,islam
menjelaskan bahwa kebutuhan utama dalam mencari pasangan adalah kemuliaan
akhlaknya atau agamanya. Oleh karena itu,seorang muslim diperbolehkan menikahi
wanita karena kecantikan ataupun kekayaannya salaam agama-akhlak nya tetap
menjadi pertimbangan utamanya.
Karakteristik kebutuhan dan keinginan
Karakteristik
|
keinginan
|
Kebutuhan
|
Sumber
|
Hasrat (nafsu) manusia
|
Fitrah manusia
|
Hasil
|
Kepuasan
|
Manfaat dan berkah
|
Ukuran
|
Preferensi atau selera
|
Fungsi
|
Sifat
|
Subjektif
|
Objektif
|
Tuntunan islam
|
Dibatasi/dikendalika
|
dipenuhi
|
b. maslahah vs utilitas
1.
maslahah
Perilaku
konsumen dalam islam menekankan pada konsep dasar bahwa manusia cenderung untuk
memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah maksimum. Hal ini sesuai
dengan rasionalitas dalam ekonomi islam bahwa setiap pelaku ekonomi ingin
meningkatkan maslahah yang diperolehnya dalam konsumsi
Dalam
alqur’an kata maslahah banyak disebut dengan istilah manfaat atau manafi’ yang
berarti kebaikan yang terkait dengan material,fisik,dan psikologis. Sehingga
maslahah mengandung pengertian kemanfaatan duniawi dan akhirat.
Konsep
maslahah ini diderivasikan dari konsep maqosidu syariah yang berujung pada
masalih al ‘ibad (kemaslahatan hamba atau manusia).
Menurut imam syatibi, istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar utility
atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Maslahah merupakan tujuan
hokum syara’ yang paling utama.
a. maslahah adalah sifat atau kemampuan
barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan daar dari keidupan
manusia di muka bumi ini. Ada 5 elemen dasar menurut beliau yakni :
agama,kehidupan,atau jiwa, property atau
harta benda, keyakinan,intelektual,dan keluarga atau keturunan. Dengan kata
lain, maslahah meliputi integrasi manfaat fisik dan unsure-unsur keberkahan.
b. mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi
kepuasan atau keinginan adalah tujuan dari aktivitas ekonomi islam, dan usaha
pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam beragama.
2. utility
Secara
bahasa, utility berarti berguna,membantu, atau menguntungkan. Dalam konteks
ekonomi, utilitas diartikan sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh seseorang konsumen dalam
mengkonsumsi suatu barang. Kegunaan ini bisa dirasakan sebagai rasa “tertolong”
dari kesulitan karena mengkonsumsi suatu barang. Karena rasa inilah utilitas sering diartikan
juga sebagai kepuasan yang dirasakan oleh seorang konsumen. Dengan demikian,
kepuasan dan utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat
yang ditimbulkan oleh utilitas.
Perbedaan maslahah dan utility (maslahah vs
utility) :
a. konsep maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan, sedangkan kepuasan
dikoneksikan dengan keinginan.
b. utility atau kepuasan bersifat individualis, maslahah tidak bisa
dirasakan oleh individu tetapi bisa dirasakan oleh orang lain atau sekelompo
masyarakat.
c. Maslahah relative lebih objektif karena didasarkan pada pertimbangan
yang objektif (criteria tentang halal atau baik) sehingga suatu benda ekonomi
dapat dapat diputuskan apakah memiliki maslahah atau tidak. Sementara utilitas
mendasarkan pada criteria yang lebih subjektif, karenanya dapat berbeda antara
individu satu dengan lainnya.
d. Maslahah individu relative konsisten dengan maslahah social. Sebaliknya,
utilitas individu sering bersebrangan dengan utilitas social.
e. Jika masalah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi
(konsumen,produsen,distributor), maka semua aktivitas ekonomi masyarakat baik
konsumsi,produsen, dan distributor), maka semua aktivitas ekonomi masyarakat
baik konsumsi,produksi,dan distribusi akan mencapai tujuan yang sama, yaitu
kesejahteraan. Hal ini berbeda dengan utility konsumen mengukurnya dari
kepuasan yang diperoleh konsumen dan keuntungan yang maksimal bagi produsen dan
distributor,sehingga berbeda dengan tujuan yang akan dicapainya.
f. Dalam konteks perilaku konsumen, utility diartikan sebagai konsep
kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa,sedangkan maslahah
diartikan sebagai konsep pemetaan perilaku konsumen berdasarkan asas kebutuhan
dan prioritas.
c. konsep pemilihan dalam konsumsi
ekonomi
islam berpandangan bahwa antara benda yang satu dengan benda yang lainnya bukan
merupakan subtitusi sempurna. Terdapat benda benda ekonomi yang berharga dan
bernilai sehingga benda benda tersebut akan diutamakan dibandingkan pilihan
konsumsi lainnya. Disamping itu, terdapat prioritas dalam ppemenuhan kebutuhan
berdasarkan tingkat kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menunjang kebutuhan yang
islami.
Adapun
referensi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan memiliki pola sebagai berikut:
1. Mengutamakan akhirat dari pada dunia
Seorang konsumen muslim akan dihadapkan
pada pilihan antara mengkonsumsi benda ekonomi yamg bersifat duniawi belaka,
dan benda yang bersifat ibadah. Konsumsi untuk ibadah bernilai lebih tinggi
dengan konsumsi untuk duniawi sehingga keduanya bukan merupakan subsitusi yang
sempurna. Konsumsi untuk ibadah lebih tinggi dari pada konsumi untuk duniawi
dikarenakan orientasinya adalah mencapai falah sehingga lebih berorientasi
kepada kehidupan akhirat kelak. Oleh karena itu, konsumsi untuk ibadah pada hakekanya
konsumsi untuk masa depan, sedangkan konsumsi duniawi adalah konsumsi untuk
masa sekarang.
2. Konsisten dalam prioritas dalam
pemenuhan kebutuhan
Kebutuhan manusia dalam konsumsi memiliki
tingkat urgensi yang tidak selalu sama, tetapi terdapat prioritas prioritas
diantara dengan lainnya yang menunjukkan tingkat kemanfaatan dalam pemenuhan.
3. Memperhatikan etika dan norma.
syariah islam memiliki seperangkat etika dan
norma dalam konsumsi islami yang bersumber pada alquran dan sunnah.
4. Tauhid
Dalam perspektif islam, kegiatan konsumsi
dilakukan dalam rangka ibadah. Sehingga senantiasa berada dalam hokum allah
atau syariah. Karena itu, orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan
mentaati perintahnya dan memuaskan dirinya sendiri dengan barang barang dan
anugerah yang diciptakan allah untuk umat manusia.
5. Adil
Pemanfaatan atas karunia allah tersebut
harus dilakukan secara adil sesuai dengan syariah, sehingga disamping
mendapatkan keuntungan materi, juga sekaligus merasakan
kepuasan spiritual.
6. Amanah
Manusia merupakan khalifah atau pengemban
amanat allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tuga kekhalifahan ini
dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat ebanyak banyaknya atas ciptaan
allah. Dalam hal melakukan konsumsi, manusia dapat berkehendak bebeas, tetapi
akan mempertanggung jawabkan atas kebebasan tersebut baik terhadap keseimbangan
alam, masyarakat maupun diri sendiri
diakherat kelak.
7. Halal
Dalam kerangka acuhan islam, barang barangyang dapat dikonsumsi hanyalahbarang
barang yang menunjukkan nilai nilai kebaikan, keindahan, serta akan menimbulkan
kemaslahatan umat baik secara materi maupun spiritual.
8. Sederhana
Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas termasuk
pemborosan dan berlebih-lebihan ( bermewah mewahan), yaitu membuang-buang harta
dan menghambur hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya memperturutkan nafsu semata.
d. pengalokasian sumber
untuk kebutuhan
Pada
dasarnya tujuan hidup setiap manusia adalah untuk mencapai kesejahtraan
meskipun manusia memaknai kesejahtraan dengan persepektif yang berbeda. Sebagian besar paham ekonomi memaknai kesejahtraan
material duniawi. Dalam upaya mencapai kesejahtraan manusia menghadapi
masalah, yaitu kesenjangan antara sumber daya yang ada dengan kebutuhan
manusia. Allah menciptakan alam semesta ini dengan berbagai sumber daya yang
memadai untuk mencukupi kebutuhan manusia.
Dalam upaya mencapai kesejahtraan manusia menghadapi
masalah, yaitu kesenjangan antara sumberdaya yang ada dengan kebutuhan manusia.
Allah menciptakan alam semesta ini dengan berbagai sumberdaya yang memadai
untuk mencukupi kebutuhan manusia . keterbatasan manusia , serta munculnya
konflik anara tujuan duniawi dan ukrawi menyebabkan terjadinya kelangkaan
relative.
Keterbatasan manusia menyebabkan banyak hal terasa
langka (scare). Kelangkaan mencakupi kuantitas, kualitas, tempat dan
waktu. Sesuatu tidak akan langka jika jumlah (kuantitas) yang tersedia sesuai
dengan kebutuhan berkualitas baik, tersedia dimana saja (di setiap
tempat) dan kapan saja (waktu) dibutuhkan.
Teori ekonomi mikro berusaha untuk menjelaskan apakah
masalah kelangkaan dan alokasi sumber daya yang telah ditentukan yang
efisien. Ekonomi efisiensi melibatkan efisiensi dalam konsumsi, efisiensi
dalam produksi dan distribusi dan atas segala efisiensi ekonomi.
Mengingat sumber daya ekonomi bersifat langka,
pengalokasiannya harus memberi manfaat bagi manusia, yaitu diantaranya, sumber
daya alam, sumber daya modal, sumber daya manusia.
Imam
Ali r.a diriwayatkan pernah mengatakan “Janganlah kesejahteraan salah seorang
di antara kamu meningkat namun pada saat yang sama kesejahteraan yang lain
menurun.” Dalam
ekonomi konvensional keadaan ini dikenal sebagai efficient allocation of
goods yaitu alokasi barang-barang dikatakan efisien bila tidak seorang pun
dapat meningkatkan utilitynya tanpa mengurangi utility orang lain.
Efisiensi alokasi hanya menjelaskan bahwa bila semua
sumber daya yang ada habis teralokasi, maka alokasi yang efisien tercapai.
Tetapi tidak mengatakan apa pun perihal apakah alokasi tersebut adil. Dalam
konsep ekonomi islam, adil adalah “tidak menzalami dan tidak dizalami.” Bisa
jadi “sama rasa sama rata” tidak adil dalam pandangan Islam karena tidak
memberikan insentif bagi orang yang bekerja keras.
Untuk itu Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan
agar alokasi sumber daya ekonomi dilaksanakan secara efisien. Pemerintah harus
membuat kebijakan-kebijakan agar kekayaan terdistribusi secara baik dalam
masyarakat, misalnya melalui Perpajakan, Subsidi, Pengentasan kemiskinan,
Transfer pnghasilan dari daerah kaya ke daerah miskin, Bantuan
pendidikan,Bantuan kesehatan, dan lain-lain.
Ekonom Islam mazhab mainstream menggunakan definisi
efisiensi yang sama dengan definisi ekonomi neoklasik, di mana persoalan
efisiensi diwujudkan sebagai masalah optimasi. Pada perilaku konsumen tunggal,
efisiensi dicapai dengan mengalokasikan anggaran tertentu pada kombinasi barang
dan jasa yang memaksimumkan kegunaan konsumen. Pada kasus produsen tunggal,
optimasi bisa dicapai melalui dua jalur: penggunaan kombinasi input yang
memaksimasi laba, atau; penggunaan input yang meminimumkan biaya untuk mencapai
tingkat produksi tertentu.
Dari penjelasan mengenai teori alokasi diatas dapat di
analisis bahwa pandangan ekonomi islam telah terfokus pada masalah
pengalokasian sumber daya dengan adanya campur tangan pemerintah agar alokasi
sumber daya dapat terdistribusi dengan baik. Mengingat sumber daya ekonomi
bersifat langka, pengalokasiannya harus memberi manfaat bagi manusia.