Minggu, 19 November 2017

Dumping dalam pandangan islam

Pengertian dumping
Istilah Dumping merupakan istilah yang dipergunakan dalam perdagangan internasional adalah praktik dagang yang dilakukan oleh eksporter dengan menjual komodity di pasar Internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah dari harga barang tersebut di negerinya sendiri, atau dari harga jual kepada negara lain pada umumnya.
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dumping diartikan dengan sistem penjualan barang di pasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali (degan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasaran luar negeri dan dapat menguasai harga kembali).
Menurut Dr. Hamdy Hady dumping adalah suatu kebijakan diskriminasi harga secara internasional (international price discrimination) yang dilakukan dengan menjual suatu komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah (net of transportation cost, tarrifs, etc.) dibandingkan yang dibayar konsumen di dalam negeri.
Dalam kitab Al-Muwatha Imam Malik berkata : “Barangsiapa menurunkan harga pasar, maka hendaknya ia diusir.”Bila kondisi ini terjadi karena para penjual tidak untuk melipatgandakan keuntungan, maka itu tidak masalah. Namun, apabila mereka menurunkan harga hingga melipatgandakan keuntungan untuk kepentingan sendiri maka ia harus menyesuaikan dengan harga pasar atau ia diusir.
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dumping adalah suatu siasat yang digunakan dalam perdagangan internasional dimana pedagang melakukan ekspor barang keluar negeri dengan harga yang lebih rendah atau murah daripada didalam negeri.
Dumping dapat terjadi bila dua kondisi bertemu. Pertama, industri bersaing secara tidak sempurna sehingga perusahaan bisa menetapkan harga (price maker), bukan mengambil harga pasar yang diberikan (price taker). Kedua, pasar harus tersegmentasi, sehingga penduduk dalam negri tidak dapat membeli barang yang ditujukan untuk impor berdasarkan kondisi ini perusahaan yang memonopoli akan menemukan bahwa lebih menguntungkan melakukan dumping.
Ada tiga tipe dumping, yaitu sebagai berikut:
Persistant dumping, yaitu kecenderungan monopoli yang berkelanjutan dari suatu perusahaan di pasar domestik untuk memperoleh profit maksimun dengan mentapkan harga yang lebh tinggi di dalam negeri daripada di luar negeri.
Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk menjual barangnya di luar negeri dengan harga yang lebih murah untuk sementara, sehingga dapat menggusur atau mengalahkan perusahaan lain dari persaingan bisnis. Setelah dapat memonopoli pasar, barulah harga kembali dinaikan untuk mendapat profit maksimum.
Sporadic dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam menjual produknya di luar negeri dengan harga yang lebih murah secara sporadis dibandingkan harga di dalam negeri karena adanya surplus produksi di dalam negeri.
Negara-negara anggota WTO sebagaimana tercantum dalam Agreement on Trade in Goods tidak menyatakan praktek dumping sebagai praktek yang tidak sehat / tidak adil sehingga perlu dilakukan pelarangan atau tidak membolehkan praktek dumping. Akan tetapi mereka sepakat untuk melakukan upaya menanggulangi praktek dumping yaitu dengan menggunakan instrumen Bea Masuk Anti Dumping, Indonesia merupakan salah satu anggota WTO yang telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994. Hal tersebut berarti Indonesia tunduk terhadap ketentuan-ketentuan dalam WTO.
Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping, maka diperlukan suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping berupa pengenaan bea masuk, hal tersebut dikenal dengan istilah Anti-Dumping. Anti dumping  adalah sanksi balasan yang berupa bea masuk tambahan yang dikenakan atas suatu produk yang dijual di bawah harga normal dari produk yang sama di negara pengekspor maupun pengimpor.  Dalam pelaksanaan bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan ditetapkan dalam Peraturan pemerintah yaitu PP Nomor 34 tahun 1996 yang mengatur tenhtang persyaratan dan pengenaan bea masuk anti dumping dan bea imbalan.Kemudian berkaitan dengan penyelesaian perselisihan tentang tuduhan dumping terhadap barang dumping atau barang yang mengandung subsidi ditetapkan Komite Anti Dumping Indonesia ( KADI ) berdasarkan surat keputusan dari menteri perindustrian dan perdagangan Nomor 136/MPP/KEP/6/1996 tertanggal 4 juni 1996.

Dumping dalam Pandangan Islam
Dumping bertujuan meraih keuntungan dengan cara menjual barang pada tingkat harga yang lebih rendah dari pada harga yang berlaku dipasaran. Perilaku ini secara tegas dilarang dalam Islam karena dapat menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat luas.
Tentang dumping M.A. Mannan mengatakan sebagai berikut:
“Just for the sake of earning a huge profit by not allowing a fall in the prices, this type of trade can hardly be justified in Islam. thus dumping must be discouraged by Muslim countries of the world. thus dumping must be discouraged by Muslim countries of the world” yang dalam bahasa indonesia dapat diartikan “hanya demi mendapatkan keuntungan besar dengan tidak mengijinkan penurunan harga, jenis perdagangan tidak dapat dibenarkan dalam Islam. Politik dumping ini mesti dilarang oleh negri muslim di seluruh Dunia.”
Dumping dalam Islam diharamkan karena dapat menimbulkan madarat. Rasulullah saw. bersabda
لا ضرر ولا ضرار

Umar pernah mengeluarkan orang yang melakukan praktek dumping di pasar sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Mâlik dan al-Baihaqi:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ مَرَّ بِحَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ وَهُوَيَبِيعُ زَبِيبًالَهُ بِالسُّوقِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِمَّا أَنْ تَزِيدَ فِي السِّعْرِ وَإِمَّا أَنْ تُرْفَعَ مِنْ سُوقِنَا
Dari Sa’îd bin al-Musayyab bahwa Umar bin Khattab pernah melewati Hâtib bin Abû Balta’ah yang sedang menjual kismis di pasar lalu Umar bin Khattab berkata kepadanya; “Ada dua pilihan buat dirimu, menaikkan harga atau angkat kaki dari pasar kami.”
Rasulullah SAW. sendiri memberikan perhatian khusus tentang keutamaan perdagangan, dengan berkata,: “Perhatikanlah olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada Sembilan dari sepuluh pintu rizki” Perdagangan itu wajib bebas, tidak boleh ada yang membatas dengan sesuatu apapun, termasuk para penguasa tidak boleh ikut campur dalam pelaksanaan atau penentuan kebijaksanaan perdagangan. Rasulullah SAW. bersabda,: “Biarkanlah sebagian manusia memberikan rizki kepada sebagian yang lainya.”
Maksud dari hadits diatas adalah biarkanlah masyarakat mengatur sendiri konsep perdagangan mereka. Namun, tetap ada batasan-batasan yang tetap harus diperhatikan. Salah satunya, jangan sampai ada yang dirugikan dalam perdagangan tersebut. Dalam satu hadits Rasulullah berkata,: “Dari Ma’mar bin Abdulloh r.a. dari Rasulullah SAW kata Umar : tidaklah akan memonopoli kecuali orang jahat.”
Dengan demikian, maka terciptalah pasar bebas yang sehat dan tidak merugikan orang lain. Sedangkan praktek monopoli tidak diizinkan, karena dinilai merugikan orang lain. Selain monopoli praktek persaingan yang tidak sehat dan menjual barang dengan harga lebih murah agar mematikan pedagang lain juga dilarang, dalam hal ini adalah dumping.
Islam memberikan kebebasan kepada Pasar. Maka, Islam berharap hukum pasar bisa menentukan harga yang tepat, sesuai dengan permintaan dan penawaran yang ada. Ketika terjadi lonjakan harga di Pasar, salah seorang sahabat meminta Rasul untuk menentukan harga. Kemudian, Rasul menjawab,: “Sesungguhnya Allah lah yang menentukan harga, yang mencabut yang membentangkan, dan yang memberi rizeki. Saya sungguh berharap dapat bertemu Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku karena kezaliman dalam masalah darah dan harta”.
Dari hadits diatas dapat kita ketahui bahwa Rasulullah SAW. sangat menghormati konsep kebebasan pasar. Alasan lain mengapa beliau menolak untuk menetapkan harga, antara lain karena beliau menganggap bahwa kenaikan harga yang terjadi masih dalam koridor yang bisa dijangkau masyarakat. Kemudian, penetapan harga adalah sesuatu yang sangat sensitif. Apabila kita salah dalam menetapkan harga, maka akan terjadi ketidakadilan baru dalam masyarakat.
Dari Sa’id bin Al-Musayyib, diriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khattab bertemu dengan Hathib bin Abi Balta’ah, dia sedang menjual kismis di pasar, maka Umar bin Al-Kahttab berkata kepadanya, ”kamu tambah harganya atau angkat dari pasar kami.” Maksud dari kisah tersebut, Umar bin Al-Khattab melarang seseorang menjual kismis dengan harga dibawah pasaran, karena hal tersebut akan merusak pasar dan menimbulkan ketidakstabilan perekonomian.

Halaman Terakhir (Perihal Memilih Untuk Menyudahi)

Ada satu hal yang membuatku ingin terus membuka halaman per halaman. Menantangku untuk mengetahui sesuatu yang akan terjadi berikutnya. Tiap...