Sabtu, 12 Mei 2018

Potensi Pariwisata Halal Keraton Kasepuhan Dan Keraton Kanoman Sebagai Warisan Budaya di Cirebon





ABSTRAK 
Indonesia adalah salah satu negara yang paling banyak mempunyai warisan kebudayaan yang patut untuk kita jaga. Setiap daerah mempunyai kebudayaan yang berbeda satu sama. Salah satu keunggulan yang dimiliki Indonesia adalah dalam hal wisata religi, istilah wisata religi dalam perkembangannya kemudian mempunyai nama baru yakni wisata syari’ah dan terakhir mengalami pergeseran istilah lagi menjadi wisata halal. Salah satu daerah yang memiliki keunikan dalam wisata halalnya adalah Cirebon, yang kental akan adat dan budaya jawa. Adanya keraton kanoman, keraton kasepuhan, dan keraton kacirebonan adalah bukti akulturasi budaya yang amat kental dengan Cirebon. Metode dalam penulisan kali ini lebih menekankan kepada metode kualitatif deskriptif. Adapun dari hasil pembahasan kali ini, diperoleh hal-hal sebagai berikut. Pertama, Keraton Kasepuhan dan Kanoman berawal dari terpecahnya Keraton Pakungwati yang didirikan oleh pangeran cakrabuana (putra prabu siliwangi). Terpecahnya keraton pakungwati disebabkan adanya intervensi Belanda dengan membawa politik adu domba. Kedua, Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman mempunyai potensi yang cukup besar dalam hal pariwisata halal karena keunikan dan kekhasannya apabila dikembangkan secara optimal.

Kata kunci : wisata halal, keraton kasepuhan, keraton kanoman

LATAR BELAKANG
Pariwisata adalah salah satu sektor unggulan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan nasional Indonesia. Menparekraf menjelaskan bahwasanya dalam beberapa tahun terakhir ini, kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional semakin besar. Saat ini kementerian sedang fokus pada pengembangan wisata, karena sektor pariwisata diharapkan dapat menjadi tulang punggung perekonomian dari sektor non migas. Kekayaan destinasi yang dimiliki Indonesia adalah budaya (culture tourism), alam (nature tourism) dan buatan (man-made tourism). Indonesia mempunyai keanekaragaman budaya yang tersebar pada 34 provinsi. Dan masing-masing suku dan daerah memiliki budaya yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi geografis, daerah asal dan latar belakang sejarah serta religi yang berbeda. Hal ini menjadi suatu keunikan tersendiri dan menjadi daya tarik wisata budaya dan religi di Indonesia bagi para wisatawan baik luar maupun dalam negeri. Polarisasi ini menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi negeri yang kemudian dikenal dengan wisata religi. Istilah wisata religi ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan ekonomi Islam global, kemudian berubah menjadi istilah wisata syari’ah dan beberapa tahun terakhir mengalami pergeseran istilah lagi menjadi wisata halal.
Cirebon merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki banyak keunikan dan daya tarik untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata budaya dan religi. Dahulu Cirebon pernah menjadi jalur sutra perdagangan dari berbagai bangsa yang datang dari China, India, Turki, Persia dan Timur Tengah melakukan transit di Pelabuhan Cirebon, sehingga lambat laun terjadi akulturasi dengan penduduk asli Cirebon. Hal ini menambah khasanah keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh masyarakat Cirebon. Adanya Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan merupakan akulturasi kebudayaan lokal dan Hindu-Budha. Sejarah masuk dan berkembangnya agama Islam di Cirebon memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi wisata budaya dan wisata religi. Namun dalam penelitian kali ini, kami hanya melakukan sampel terhadap dua objek wisata halal yaitu pada keraton kasepuhan dan keraton kanoman.
Dengan demikian, muncul beberapa permasalahan yang hendak dijawab sesuai dengan topik pembahasan kali ini, yaitu, pertama,bagaimana sejarah dari keraton kasepuhan dan keraton kanoman? kedua, bagaimana potensi dan prospek wisata halal di keraton kanoman dan keraton kasepuhan?Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini untuk menjelaskan mengenai sejarah dari Keraton Kasepuhan juga Keraton Kanoman dan untuk mengetahui prospek maupun potensi wisata halal di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman.

LITERATURE RIVIEW
Mengkaji mengenai hal-hal yang berkaitan dengan potensi pariwisata halal yang ada di Cirebon. Dalam penulisan ini terdapat beberapa jurnal yang membahas tentang potensi pad wisata halal yang ada di Cirebon. diantaranya pertama menurut Aan Jaelani yang berjudul “Heritage Tourism” didalamnya terdapat materi yang membahas mengenai sejarah pariwisata yang ada di cirebon, data kuantitas pengunjung, dan pemaknaan dari wisata halal.
Kedua, dalam sumber rujukan yang sama, namun judul jurnalnya berbeda yaitu "potensi dan prospek" menurutnya, ada dalam wisata halal itu selalu ada hubungan lembaga-lembaga agama dan pariwisata Ketiga, sedangkan dari rujukan lain yaitu karya kurniawan yang berjudul "analisi pasar pariwisata halal Indonesia" Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Pariwisata, saat ini memiliki enam target utama untuk periode 2014-2019 (Kemenpar, 2015). Dalam jurnal tersebut penulis lebih mengedepankan tentang analisisnya terhadap data pengunjung.
Dari beberapa literatur jurnal yang telah kami paparkan sebelumnya, ada satu buku karya Aan Jaelani yang berjudul “Industri pasar wisata halal: potensi dan prospek” yang membahas secara komprehensif mengenai seluruh pembahasan. Meskipun ada satu referensi yang sudah lengkap, kami tetap mengambil referensi dari referensi yang lain untuk saling melengkapi. sehingga dengan hal itu kami memaparkan bagaimana keterkaitan dasar-dasar sejarah wisata halal dari beberapa rujukan yang kami gunakan dalam penulisan ini. Dari sinilah akan lahir pemahaman yang komprehensif.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan multi disiplin dengan alasan pariwisata merupakan bagian dari budaya yang sangat kompleks sehingga dengan metode ini dapat menguraikan tentang sifat-sifat/karakteristik dari suatu masalah/keadaan serta menemukan kebenaran dan memecahkan masalah yang sedang diteliti. Menelusuri informasi-informasi yang berkaitan dengan wisata halal baik dari media cetak maupun media elektronik. Pengumpulan data yang dijadikan rujukan-rujukan wisata halal dilakukan dengan memakai data sekunder seperti buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penulisan.

KONDISI LOKASI
Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan berlokasi di Jalan Keraton Kasepuhan No. 43, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, dan sudah berdiri sejak tahun 1430 M. Keraton ini adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Mempunyai luas 25 ha. Halaman depan keraton dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya. Bangunan keraton kasepuhan menghadap ke arah utara. Didepan keraton kasepuhan terdapat alun-alun yang dulunya bernama alun-alun Sangkala Buana. Disebelah barat Keraton Kasepuhan terdapat masjid yang cukup megah hasil karya dari para wali yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Disebelah timur alun-alun dulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasar dan sekarang adalah pasar Kasepuhan.
Kondisi dari Keraton Kasepuhan sendiri sangat terawat dan nyaman, dikarenakan banyaknya wisatawan yang berkunjung dan merupakan salah satu destinasi wisata di Kota Cirebon maka Keraton ini memberlakukan tarif tiket masuk yang sudah disesuaikan antara hari biasa dengan hari libur. Untuk para wisatawan luar negeri ataupun yang membutuhkan arahan dan panduan agar memahami lebih mendalam mengenai Keraton Kasepuhan, maka disediakan pula pemandu wisata yang siap mengantar dan menjelaskan mengenai seluk beluk keraton.
Keraton Kanoman
Keraton kanoman terletak dibelakang pasar Kanoman, 3 kilometer dari kota Cirebon. Keraton ini berdiri sejak tahun 1678 dan dibangun oleh Pangeran Kartawijaya. Lantaran berada dibekalang pasar, keberadaannya bisa diakses oleh siapapun. “....keraton ini terbuka untuk siapapun, pengunjung boleh masuk tanpa membeli tiket retribusi lebih dulu,”(Farihin, wawancara 03 April 2018).
Keraton Kanoman berdiri diatas tanah seluas 6 ha. Kawasannya terdiri atas tiga bagian. Bagian depan ialah tempat yang biasa dipakai untuk pentas. Disana terdapat bangsal yang dimanfaatkan untuk tempat menyimpan gamelan dan alat-alat pentas milik kesultanan. Sementara dibagian tengah terdapat bangunan bernama Jinem. Bangunan ini adalah rumah utama yang dipakai untuk penobatan sultan. Adapun dibagian belakang, terdapat rumah sultan dan bengunan keputran, yakni tempat tinggal para putra-putri kerajaan yang bentuk aslinya masih sangat dipertahankan. Disamping rumah itu berdiri Witana, yakni tempat untuk pemandian kerabat kerajaan. Di area tersebut terdapat sumur tua untuk ritual khusus.
Namun saat ini Keraton Kanoman kondisinya memprihatinkan. Dikarenakan terletak di belakang pasar dan berbaur dengan masyarakat juga lingkungan sekitar keraton yang kurang terawat, adapun para warga sekitar hanya menyapu daun-daun pepohonan yang jatuh. Akan tetapi hal tersebut tidak mengurangi minat para wisatawan untuk berkunjung, karena salah satu faktornya adalah bangunan dari Keraton Kanoman ini masih sangatlah murni dan asli.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kementerian khususnya Menteri Pariwisata saat ini sedang fokus melakukan pengembangan-pengembangan terhadap wisata di Indonesia baik itu destinasi budaya, alam dan buatan. Hal tersebut dikarenakan beberapa tahun terakhir dari sektor pariwisata memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional semakin besar. Dewasa ini juga kita sering mendengar istilah wisata halal atau wisata syari’ah. Wisata halal merupakan salah satu bentuk wisata berbasis budaya yang mengedepankan nilai-nilai dan norma Syariat Islam sebagai landasan dasarnya. Sebagai konsep baru didalam industri pariwisata tentunya wisata halal memerlukan pengembangan lebih lanjut serta pemahaman yang lebih komprehensif terkait kolaborasi nilai-nilai keislaman yang disematkan di dalam kegiatan pariwisata. Wisata halal adalah kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syari’ah. Produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan pariwisata pada umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah.
Cirebon merupakan salah satu destinasi wisata religi dan memiliki sejarah panjang kebudayaan Islam. Hal tersebut karena Cirebon merupakan jalur sutra perdagangan yang mempertemukan antar bangsa seperti China, Persia, Turki, Arab dan Timur Tengah sehingga terjadi akulturasi budaya dan Islamisasi pun terjadi karena dibawa oleh pedagang-pedagang dari Timur Tengah. Bentuk peninggalan budaya Islam yang masih ada hingga sekarang dan masih terus dilestarikan diantaranya yaitu Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman.
Pada awalnya keraton kasepuhan bernama Keraton Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana (putra Prabu Siliwangi). Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Ayu Pakungwati yang merupakan anak dari Pangeran Cakrabuana. Ratu Pakungwati kemudian menikah dengan sepupunya, Syarif Hidayatulah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Keraton Pakungwati kemudian diserahkan kepada Sunan Gunung Jati yang lambat laun tumbuh menjadi Negara Cirebon dan wilayahnya meliputi sampai ke Jakarta dan Banten. Namun pada abad ke-16 mengalami kemunduran dan Belanda mulai melakukan penjajahan di Indonesia. Pada saat itu sultan wafat dan terjadi kekosongan kekuasaan, sultan meninggalkan dua orang anak, sehingga moment tersebut dipakai Belanda melakukan politik adu domba (devide et impera) terhadap keluarga keraton,dan terjadilah perebutan kekuasaan. Hal tersebut menyebabkan keraton terpecah menjadi dua yaitu keraton kasepuhan dan keraton kanoman. Keraton kasepuhan dipimpin oleh anak tertua bernama Martawijaya dan Keraton Kanoman dipimpin oleh adiknya Kartawijaya.
Dewasa ini keraton kasepuhan bukan lagi hanya sebagai tempat kediaman sultan melainkan menjadi destinasi wisata yang menyajikan berbagai sejarah dan kebudayaan. Sebelumnya Keraton Kasepuhan dibuka untuk umum hanya setahun sekali yaitu pada Perayaan Muludan. Namun pada tahun 1991 mulai dijadikan tempat wisata karena pemerintahan Indonesia mencanangkan program Visit Indonesia Year 1991. Walaupun demikian wisatawan masih sedikit dan belum seantusias saat ini.
Dalam hal ini, wisatawan keraton kasepuhan cenderung kepada cultural motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian yang ada di wilayah keraton. Keraton kasepuhan masih sangat memelihara dan menjaga segala tradisi, adat atau budaya keraton. Misalnya saja perayaan Muludan yang diadakan setiap setahun sekali pada bulan Maulid Nabi Muhammad SAW, Perayaan Muludan merupakan pesta rakyat bagi masyarakat sekitar keraton dan dapat pula dinikmati oleh masyarakat luar Cirebon. Kemudian ada pula tradisi Jamasan yang merupakan tradisi pencucian atau pembersihan benda-benda pusaka keraton pada tanggal 1 Muharam yang dilakukan selama 10 hari, dan dari beberapa benda pusaka tersebut ada yang boleh dicuci oleh masyarakat biasa dan ada yang harus dilakukan oleh orang-orang tertentu karena ada adat-adat yang harus tetap dilaksanakan. Hal yang menarik dari keraton ini adalah adanya museum yang menyimpan benda-benda pusaka yang jumlahnya ribuan, selain itu di dinding-dinding keraton terdapat piring-piring porselin Tiongkok yang menjadi penghias dinding dan merupakan ciri khas dari keraton di Cirebon.
Di wilayah seluas 25 ha ini juga terdapat masjid kuno bernama Masjid Sang Cipta Rasa, dari namanya saja masjid ini sudah memiliki keunikan karena penamaannya memasukan unsur Hindu-Budha. Arsitektur masjid juga berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya karena tidak adanya kubah yang menjadi ciri khas dari masjid di Indonesia dan tidak terdapat dinding yang menjadi penutup masjid melainkan hanya ada tiang-tiang di setiap sudutnya.
 Tidak jauh berbeda dengan keraton kasepuhan sejarah keraton kanoman berawal dari terpecahnya Kerajaan Kacirebonan atau Keraton Pakungwati yang disebabkan berhasilnya intervensi belanda dengan membawa politik adu domba (devide et impera). Pada masa pemerintahan Pangeran Karim (Sultan Penembahan Girilaya) sultan ke 5 Keraton Pakungwati, beliau diculik oleh sultan kerajaan Mataram (Sultan Amangkurat 1) hal ini disebabkan Sultan Mataram sudah pro dengan VOC dan mencurigai kerajaan cirebon telah merintis kekuasaan dengan Banten untuk memberontak. Beliau diculik beserta kedua anaknya yang bernama Martawijaya dan Kartawijaya. Sampai pada akhirnya setelah Sultan Penembahan Girilaya wafat, kerajaan Mataram dihancurkan oleh Kertojoyo (kerajaan madura) kemudian dua orang putra mahkota dari Sultan Penembahan Girilaya dibawa ke banten untuk dilantik oleh Sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa) yang juga merupakan paman dari Martawijaya dan Kartawijaya.
Setelah kedua putra mahkota tersebut kembali ke Cirebon, ada 3 penguasa yang memerintah kerajaan, pertama Sultan Sepuh Syamsudin (Martawijaya), Kedua Sultan Anom Badridin (Kartawijaya) dan ketiga Wangsakerta (Sultan Penmbahan Toh Pati). Namun dari tiga penguasa tersebut, pemerintahan tetap berada pada Keraton Pakungwati. Tetapi, karena pengaruh politik adu domba belanda, terpecahlah Keraton Pakungwati menjadi 2 bagian. Keraton Kasepuhan dipegang oleh Martawijaya (kakak) yang bergelar Sultan Sepuh Syamsudin, dan Keraton Kanoman dipegang oleh Kartawijaya (adik) yang bergelar sebagai Sultan Anom Badridin.
Sama halnya dengan keraton-keraton pada umumnya, Keraton Kanoman juga memiliki museum tempat peninggalan benda-benda sejarah dan beberapa tradisi yang masih dibudayakan sampai saat ini. Salah satunya adalah tarian bedaya kajongan yang memiliki eksotika tinggi, sebagai bentuk perwujudan lakon dan seni gerak yang mengandung mana pesan simbolis. Tarian yang lahir dari ranah budaya keratin ini, menyimpan pemaknaan inheren tak lepas dari sisi kehidupan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, yang berbudi dan berfikir kreatif.
Mengenai peran pemerintah dalam menintervensi dan mengembangkan wisata halal di Cirebon, dalam UU No. 11 tahun 2010 pasal 95 tentang Cagar Budaya menjelaskan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas melakukan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya. Dan pemerintah juga bertugas melakukan pengawasan terhadap pelestarian warisan budaya dan mempunyai tanggung jawab untuk mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian cagar budaya (UU Cagar Budaya, Pasal 95, 2010). Namun sebagai masyarakat kita juga mempunyai tanggungjawab dalam menjaga dan melestarikan cagar budaya. Seperti yang disebut dalam Pasal 99 UU No. 10 Tahun 2010 menyebutkan bahwa masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan pelestarian Cagar Budaya.
Manusia dengan segala hasil cipta, rasa, karsa, dan budhinya adalah budaya. Dengan demikian kepariwisataan Indonesia adalah kepariwisataan yang berbasis masyarakat (community based tourism) dan berbasis budaya (cultural tourism). Kepariwisataan yang dibangun dengan prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat (Aan Jaelani 2014, 19). Demikian juga seharusnya pengembangan pariwisata Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman di Cirebon.
KESIMPULAN
Cirebon merupakan salah satu destinasi wisata religi dan memiliki sejarah panjang kebudayaan Islam. Bentuk peninggalan budaya Islam yang masih ada hingga sekarang dan masih terus dilestarikan diantaranya yaitu Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman.
Pada awalnya keraton kasepuhan bernama Keraton Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana (putra Prabu Siliwangi). Kini Keraton Kasepuhan bukan lagi hanya sebagai tempat kediaman sultan melainkan menjadi destinasi wisata yang menyajikan berbagai sejarah dan kebudayaan. Keraton Kasepuhan masih sangat memelihara dan menjaga segala tradisi, adat atau budaya keratin, misalnya saja perayaan Muludan. Kemudian ada pula tradisi Jamasan yang merupakan tradisi pencucian atau pembersihan benda-benda pusaka keraton pada tanggal 1 Muharram yang dilakukan selama 10 hari. Hal yang menarik dari keraton ini adalah adanya museum yang menyimpan benda-benda pusaka yang jumlahnya ribuan.
Tidak jauh berbeda dengan Keraton Kasepuhan, sejarah Keraton Kanoman berawal dari terpecahnya Kerajaan Kacirebonan atau Keraton Pakungwati yang disebabkan berhasilnya intervensi Belanda dengan membawa politik adu domba. Keraton Kanoman juga memiliki museum tempat peninggalan benda-benda sejarah dan beberapa tradisi yang masih dibudayakan sampai saat ini. Salah satunya adalah tarian bedaya kajongan yang memiliki eksotika tinggi, sebagai bentuk perwujudan lakon dan seni gerak yang mengandung makna pesan simbolis.
UU No. 11 tahun 2010 pasal 95 tentang Cagar Budaya menjelaskan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas melakukan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya. Seperti pula disebutkan dalam Pasal 99 UU No. 10 Tahun 2010 bahwa masyarakat ikut berperan serta dalam pengawasan pelestarian Cagar Budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Jaelani, Aan. “Halal Tourism Industry in Indonesia: Potential and Prospects.” No. 76327 (Januari 2017): 2-17.
Imawan, Khaerudin. “Peran Simbolik Dalam Seni Tarian Bedaya Kajongan Sebagai Realitas Budaya Masyarakat Cirebon.” Jurnal Signal 1 (2017): 5.
Kurniawan Gilang Widagdyo, Kurniawan Gilang. “Analisis Pasar Pariwisata Halal Indonesia.”The Journal of Tauhidinomics 1 (2015): 2.
Oda IB Hariyanto, Oda IB. ”Destinasi Wisata Budaya dan Religi di Cirebon.” Jurnal Ecodomica (2016): 1-3.
UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya

Halaman Terakhir (Perihal Memilih Untuk Menyudahi)

Ada satu hal yang membuatku ingin terus membuka halaman per halaman. Menantangku untuk mengetahui sesuatu yang akan terjadi berikutnya. Tiap...