Senin, 03 Mei 2021

Kebebasan Berpendapat dalam Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008

 

Kebebasan berpendapat yang sering disurakan oleh masyarakat akhir-akhir ini menjadi angin segar dalam mengeluarkan pikirannya serta gagasannya. Terlebih lagi setiap individu mempunya hak tersebut yang memang tidak bisa dihalangi, dihambat apalagi dibatasi. Terlebih pada era sekarang, perkembangan teknologi dan informasi pada era digital ini sangat signifikan kemajuannya. Dengan adanya era digital ini, masyarakat mempunyai banyak peluang dan kesempatan dalam mengemukakan pendapatnya di muka umum. Tidak terkecuali pada dunia media sosial, pada kondisi ini masyarakat bebas mengeluarkan pendapat serta kritikannya di duni maya, dimana bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Namun jika melihat realita yang ada, kebebasan berpendapat di Indonesia hampir tidak terealisasikan sebagaimana mestinya. Semua kegiatan kebebasan berpendapat sangat tidak berjalan sehingga menghambat masyarakat untuk melakukan hak nya.

Dengan adanya internet sekarang ini, seseorang dapat melakukan hal apapun tanpa perlu batasan, mereka dapat melakukan komunikasi, mencari tahu informasi, bahkan menyampaikan pendapatnya dimuka umum tanpa ruang dan waktu. Akan tetapi teknologi yang semakin berkembang juga menjadi salah satu celah seseorang melakukan kejahatan-kejahatan berbasis online, yang mana dapat merugikan pihak-pihak terkait. Lalu bagaimana dengan kebebebasan berpendapat?

Perjalanan hukum akhir-akhir ini banyak sekali menimbulkan fenomena seseorang yang terjerat UUITE karena pendapat atau kritikan mereka dimedia sosial. UU ITE ini merupakan payung hukum di Indonesia yang dicetuskan pertama kali pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dimana yang sudah diketahui oleh masyarakat luas saat disahkannya UU ITE ini sangat banyak menuai kontroversi.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 yang menyatakan: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya ditetapkan degna undang-undang. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).” Ketentuan ini dimaksudkan agar adanya perlindungan dan jaminan akan kebebasan berpendapat di Indonesia.

Seiring kemajuan teknologi dan dunia digital, dimana tidak ada lagi sekat-sekat yang menjadi batasan manusia dalam berkomunikasi, seringkali manusia lupa menghargai dan menghormati hak orang lain. Dulunya hukum pada media sosial hanya dibentuk berdasarkan tuntutan zaman, meskipun sebenarnya terkait perkara pidana sebelum ada UU ITE telah diatur dalam KUHP, namun pembatasan-pembatasan dirasa tidak berpengaruh bagi masyarakat Indonesia. Setelah lahirnya UU ITE, diharapkan permasalahan dan pelanggaran di media sosial yang berakibat merugikan hak orang lain dapat diatasi dan dipantau dengan mudah. Karena bagaimanapun, UU ITE memberikan kepastian hukum dari berbagai macam persengketaan di media sosial yang kemungkinan semakin hari semakin kompleks, juga sebagai antisipasi agar dalam menggunakan media sosial masyarakat akan berhati-hati dan lebih bijaksana lagi.

Akan tetapi pada beberapa kondisi pula, UU ITE dianggap sebagai regulasi yang membatasi ruang gerak masyrakat dalam menyampaikan pendapat ataupun kritikan di media sosial. Sudah banyak sekali kasus-kasus yang mejerat seseorang atas kebebsan berpendapat mereka. Alih-alih ingin membela diri dan menyalurkan apa yang ada dipikirannya, justru malah diberi bom yang tidak disanga-sangka dengan dijadikan sebagai terlapor dalam kepolisian.

Namun disisi lain, negara pun mempunyai 3 kewajiban kepada warganegaranya, yaitu melindungi, menghormati, memenuhi. Yang dimaksud kebebasan disini adalah kebebasan yang terbatas, yaitu kebebasan yang diatur dalam perundang-undangan sehingga tidak menganggu hak orang lain. Karena sesuai kodrat manusia, setiap manusia mempunyai hak yang harus dijunjung tinggi, dihormati,dan dihargai. Oleh karena itu Indonesia sebagai negara hukum sangat memperhatikan dan melindungi apa yang sudah menjadi hak warga negaranya.

UU ITE berfungsi sebagai pembatas dalam hal ini, yang mana digunakan sebagai langkah preventif agar masyarakat lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam bermedia sosial. Pada DUHAM Pasal 29 ayat (2) dijelaskan “dalam menjalankan hak-hak kebebasan-kebebasannya, seorang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang tujuan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormtan yang tepat terhadap hak-hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban, dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.” Sehingga dapat dipahami bahwa pembatasan kebebasan berpendapat yang ditetapkan pemerintah Indonesia melalui UU ITE ini bukanlah suatu pelanggaran HAM karena hal tersebut dimungkinkan sebagaimana diatur dalam DUHAM sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan guna memberikan jaminan perlindungan dan penegakan HAM orang lain. Karena biar bagaimanapun dalam suatu kebebasan, didalamnya akan selalu terdapat hak orang lain yang harus dilindungi.

 

 

Halaman Terakhir (Perihal Memilih Untuk Menyudahi)

Ada satu hal yang membuatku ingin terus membuka halaman per halaman. Menantangku untuk mengetahui sesuatu yang akan terjadi berikutnya. Tiap...