Kebebasan berpendapat yang sering disurakan oleh masyarakat
akhir-akhir ini menjadi angin segar dalam mengeluarkan pikirannya serta
gagasannya. Terlebih lagi setiap individu mempunya hak tersebut yang memang
tidak bisa dihalangi, dihambat apalagi dibatasi. Terlebih pada era sekarang,
perkembangan teknologi dan informasi pada era digital ini sangat signifikan
kemajuannya. Dengan adanya era digital ini, masyarakat mempunyai banyak peluang
dan kesempatan dalam mengemukakan pendapatnya di muka umum. Tidak terkecuali
pada dunia media sosial, pada kondisi ini masyarakat bebas mengeluarkan
pendapat serta kritikannya di duni maya, dimana bisa dilakukan kapan saja dan
dimana saja. Namun jika melihat realita yang ada, kebebasan berpendapat di
Indonesia hampir tidak terealisasikan sebagaimana mestinya. Semua kegiatan
kebebasan berpendapat sangat tidak berjalan sehingga menghambat masyarakat
untuk melakukan hak nya.
Dengan
adanya internet sekarang ini, seseorang dapat melakukan hal apapun tanpa perlu
batasan, mereka dapat melakukan komunikasi, mencari tahu informasi, bahkan
menyampaikan pendapatnya dimuka umum tanpa ruang dan waktu. Akan tetapi teknologi
yang semakin berkembang juga menjadi salah satu celah seseorang melakukan
kejahatan-kejahatan berbasis online, yang mana dapat merugikan pihak-pihak
terkait. Lalu bagaimana dengan kebebebasan berpendapat?
Perjalanan
hukum akhir-akhir ini banyak sekali menimbulkan fenomena seseorang yang
terjerat UUITE karena pendapat atau kritikan mereka dimedia sosial. UU ITE ini
merupakan payung hukum di Indonesia yang dicetuskan pertama kali pada era
presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dimana yang sudah diketahui oleh masyarakat
luas saat disahkannya UU ITE ini sangat banyak menuai kontroversi.
Kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 yang menyatakan: Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
ditetapkan degna undang-undang. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 19
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berbunyi “setiap
orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini
termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari,
menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan
dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).” Ketentuan ini dimaksudkan
agar adanya perlindungan dan jaminan akan kebebasan berpendapat di Indonesia.
Seiring kemajuan teknologi dan dunia digital, dimana tidak ada lagi
sekat-sekat yang menjadi batasan manusia dalam berkomunikasi, seringkali
manusia lupa menghargai dan menghormati hak orang lain. Dulunya hukum pada
media sosial hanya dibentuk berdasarkan tuntutan zaman, meskipun sebenarnya
terkait perkara pidana sebelum ada UU ITE telah diatur dalam KUHP, namun
pembatasan-pembatasan dirasa tidak berpengaruh bagi masyarakat Indonesia.
Setelah lahirnya UU ITE, diharapkan permasalahan dan pelanggaran di media
sosial yang berakibat merugikan hak orang lain dapat diatasi dan dipantau
dengan mudah. Karena bagaimanapun, UU ITE memberikan kepastian hukum dari
berbagai macam persengketaan di media sosial yang kemungkinan semakin hari
semakin kompleks, juga sebagai antisipasi agar dalam menggunakan media sosial
masyarakat akan berhati-hati dan lebih bijaksana lagi.
Akan
tetapi pada beberapa kondisi pula, UU ITE dianggap sebagai regulasi yang
membatasi ruang gerak masyrakat dalam menyampaikan pendapat ataupun kritikan di
media sosial. Sudah banyak sekali kasus-kasus yang mejerat seseorang atas
kebebsan berpendapat mereka. Alih-alih ingin membela diri dan menyalurkan apa
yang ada dipikirannya, justru malah diberi bom yang tidak disanga-sangka dengan
dijadikan sebagai terlapor dalam kepolisian.
Namun
disisi lain, negara pun mempunyai 3 kewajiban kepada warganegaranya, yaitu
melindungi, menghormati, memenuhi. Yang dimaksud kebebasan disini adalah
kebebasan yang terbatas, yaitu kebebasan yang diatur dalam perundang-undangan
sehingga tidak menganggu hak orang lain. Karena sesuai kodrat manusia, setiap
manusia mempunyai hak yang harus dijunjung tinggi, dihormati,dan dihargai. Oleh
karena itu Indonesia sebagai negara hukum sangat memperhatikan dan melindungi
apa yang sudah menjadi hak warga negaranya.
UU
ITE berfungsi sebagai pembatas dalam hal ini, yang mana digunakan sebagai
langkah preventif agar masyarakat lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam
bermedia sosial. Pada DUHAM Pasal 29 ayat (2) dijelaskan “dalam menjalankan
hak-hak kebebasan-kebebasannya, seorang harus tunduk hanya pada
pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang tujuan
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormtan yang tepat terhadap
hak-hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil
dalam hal kesusilaan, ketertiban, dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat
yang demokratis.” Sehingga dapat dipahami bahwa pembatasan kebebasan
berpendapat yang ditetapkan pemerintah Indonesia melalui UU ITE ini bukanlah
suatu pelanggaran HAM karena hal tersebut dimungkinkan sebagaimana diatur dalam
DUHAM sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan guna memberikan
jaminan perlindungan dan penegakan HAM orang lain. Karena biar bagaimanapun
dalam suatu kebebasan, didalamnya akan selalu terdapat hak orang lain yang
harus dilindungi.